BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Dalam jangka
yang cukup lama studi bahasa sangat dikuasai oleh kecenderungan untuk
menjelaskan bahasa berdasarkan sistem formalnya, yaitu dengan menurunkan sistem
yang terdapat dalam matematika dan logika, dan mengabaikan unsur pengguna
bahasa. Sebagai tataran terbaru dalam linguistik, Pragmatik merupakan
satu-satunya tataran yang turut memperhitungkan manusia sebagai pengguna
bahasa. Ter dapat banyak bidang kajian dan hal-hal yang membangun pragmatik.
Salah satunya ialah tindak komunikatif. Dalam makalah ini akan dijelaskan
analisis pragmatik berdasarkan penerapan tindak komunikatif.
1.2.Tujuan Makalah
Makalah ini disusun berdasarkan contoh-contoh wacana
dialog yang mengandung penerapan tindak komunikatif. Bertujuan agas pembaca
dapat memahami hal-hal yang erdapat ddalam tindak komunikatif serta bagaimana
menetukan bagian-bagian dari tindak komunikatif itu sendiri dalam sebuah
wacana.
BAB II
PEMBAHASAN
Menganalisis Wacana Berdasarkan
Tindak Komunikatif.
Dalam
kehidupan sehari-hari kita berkounikasi satu sama lain dengan sebagian besar
mempergunakan sarana media bahasa. Dalam hal inilah terasa benar betapa
pentingnya fungsi bahasa sebagai alat komunikasi. Komunikasi dapat dipandang
sebagai gabungan dari berbagai tindak,
serangkaian unsur dengan maksud dan tujuan tertentu. Perlu kita sadari bahwa
komunikasi bukan hanya merupakan suatu peristiwa belaka, sesuatu yang terjadi
dengan sendirinya. Komunikasi mempunyai fungsi, bersifat purposif, mengandung
maksud dan tujuan tertentu, serta dirancang untuk menghasilkan beberapa efek,
pengaruh atau akibat pada lingkungan para penyimak dan para pembicara, walaupun
tidak dapat disangkal bahwa ada beberapa perubahan yang halus yang hampir tidak
dapat diamati.
Komunikasi adalah serangkaian tindak
komunikatif atau tindak ujar yang dipakai secara bersistem untuk menyelesaikan
tujuan-tujuan tertentu. Ini merupakan pendapat Jhon Austin (1962) dan dia menekankan betapa pentingnya
konsekuansi-konsekuensi komunikasi linguistik.
Sejak itu berbagai penelitian pun diadakan mengenai hal itu. Salah satu
penelitian yang sangat penting yang perlu kita ketahui adalah yang dilakukan
oleh Michael Halliday (1973). Dia
menggunakan istilah fungsi untuk menunjukkan hakikat purposif dari komunikasi,
dan telah merangkum tujuh fungus bahasa, yaitu fungsi-fungsi: instrumental,
regulasi, representasional, interaksional, personal, heuristik, dan imajinatif.
Ketujuh fungsi bahasa yang berbeda
itu bukannya bersifat mempunyai ciri tersendiri saja ataupun eksklusif satu
sama lain. Satu kalimat atau percakapan dapat saja menggabungkan beberapa
fungsi yang berbeda secara serentak sekaligus. Ketujuh fungsi bahasa tersebut
cenderung mencakup hampir semua jenis dan kerumitan tindak komunikatif. Beikut
daftar tindak komunikatif:
1. Menyapa,
mengundang, menerima, menjamu.
2. Memuji,
mengucap selamat, menyanjung, menggoda, menyombongkan.
3. Menginterupsi,
menyela, memotong pembicaran.
4. Memohon,
meminta, mengharapkan.
5. Menelak,
membohongi, mengobati kesalahan.
6. Mengkritik,
menegur, mencerna, mengomeli, mengejek.
7. Mengeluh,
mengadu.
8. Menuduh,
menyangkal/mengingkari.
9. Menyetujui,
menolak, mendebat/membantah.
10. Meyakinkan,
menuntut, mempengaruhi/mensugesti,mengingatkan.
11. Melaporkan,
menilai,mengomentari.
12. Memerintahkan,
memesan,meminta.
13. Menanyakan,
memeriksa/meneliti.
14. Menaruh
simpati,menyatakan belasungkawa.
15. Meminta
maaf, memaafkan.
Semua
jenis di atas termasuk kedalam satu atau lebih dari ketujuh fungsi bahasa yang
dikemukakan oleh Halliday dan semua itu merupakan tindak-tindak sehari-hari
yang umum yang ferformansi atau penampilannya mebutuhkan pengetahuan bahasa.
Perbedaan-perbedaan yang terperinci antara aneka tindak komunikatif itu harus
dipelajari. Konteks-konteks yang sesuai bagi aneka tindak harus diperhatikan
benar-benar. Bentuk-bentuk bahasa yang dipakai untuk menyempurnakan
fungsi-fungsi bahasa tersebut haruslah menjadi bagian dari keseluruhan daftar
butir linguistik pelajar bahasa, terlebih lagi pelajar bahasa kedua.
Berikut
beberapa analisis wacana berdasarkan tindak komunikatif.
Wacana 1:
Paman : “Kau naik sepeda laki-laki?”
Ani : “Ya, ini sepeda bapak.”
Paman : “Tidak pantas untuk anak perempuan.”
Ani : “Saya tidak mempunyai sepeda lain.”
Paman : “ Ibumu tahu kau menaiki sepeda laki-laki?”
Ani : “Ya,
justru dia mengatakan kalau aku bisa mengemudikannya, aku boleh mempergunakannya!"
Penggalan
wacana di atas merupakan contoh wacana yang mengandung penerapan tindak komunikatif
meyakinkan, karena tokoh Ani berusaha
meyakinkan pamannya bahwa ia diberi izin oleh ibunya untuk mengendarai sepeda
laki-laki.
Wacana 2 :
Paman : “Andi ayo ikut paman ke kelurahan!”
Andi : “Boleh, paman. Saya pamit kepada ibu dulu
ya.”
Paman : “Baiklah, paman juga mau minta izin kepada
ibumu.”
Andi : “Ayo, paman!”
Paman
: “Kak, boleh aku mengajak andi ke kelurahan?”
Ibu : “Ya, pergilah! Hati-hati di jalan ya,
jagalah Andi!”
Paman : “Terima kasih kak, Andi akan saya jaga
baik-baik.”
Penggalan
wacana di atas merupakan contoh wacana yang mengandung penerapan tindak komunikatif
menyetujui karena, tokoh ibu mengizinkan tokoh paman untuk mengajak Andi ke
kelurahan.
Wacana 3 :
Jani : “Selamat pagi bu, apa
kabar?”
Bu
Asni : “Ya selamat pagi Jani,
baik. Kamu sendiri apa kabar?”
Jani : “Saya Alhamdulillah juga
dalam keadaan baik bu.”
Penggalan
wacana di atas merupakan contoh wacana yang mengandung penerapan tindak komunikatif
menyapa, karena tokoh Jani menyapa Bu Asni dengan ucapan ‘selamat pagi’.
Wacana 4 :
Noto : “Bud, dompet ku hilang, kamu mengambilnya
ya?”
Budi : “Apa? Mengambil dompetmu? Untuk apa?”
Noto : “Ya, soalnya kamu yang terakhir masuk
kamarku.”
Budi : “Keterlaluan kamu Noto. Kamu tega
menuduhku. Aku berani bersumpah bahwa aku tidak mengambil dompetmu.”
Penggalan
wacana di atas merupakan contoh wacana yang mengandung penerapan tindak komunikatif
membantah, karena tokoh Budi membantah tuduhan dari tokoh Andi dengan
mengajukan sumpah.
Wacana 5 :
Ibu : “Pak ada musibah menimpa keluarga Pak Trisno”
Bapak : “Ha, musibah pa Bu?”
Ibu : “Anaknya meninggal tadi pagi.”
Bapak : “Innalillahi wa inna ilaihi rojiun! Mari
kita pergi melayat ke rumahnya bu!”
Ibu : “Ya pak, Ibu siap-siap dulu.”
Penggalan
wacana di atas merupakan contoh wacana yang mengandung penerapan tindak komunikatif
menyatakan simpati, karena tokoh Ibu dan Ayah turut berduka cita dengan adanya
musibah yang menimpa keluarga Pak Trisno.
Wacana 6 :
Anto : “Kakak Pembina akan melatih kita
tali-temali.”
Yudi : “Apa itu? Aku tidak tahu.”
Anto : “Itu latihan mengikat tali dala pramuka?”
Yudi : “Nah, lalu apa sja yang perlu kita
siapkan.”
Anto : “Namanya juga tali temali, jadi yang kita
siapkan ya tali tambang.”
Penggalan
wacana di atas merupakan contoh wacana yang mengandung penerapan tindak komunikatif
menanyai, karena tokoh Yudi menanyai
Anto tantang tali – temali.
Wacana 7 :
Susi : “Aneh, ibuku hari ini kok arah-marah
terus ya?”
Rizal : “Pasti kamu melakukan kesalahan.”
Susi : “Perasaan aku tidak melakukan kesalahan. “
Rizal : “Atau barangkali Ibumu lagi ada masalah.”
Susi : “Itu juga tidak, sepengetahuanku semua baik-baik
saja seperti biasa.”
Rizal : “Nah,
berarti Ibumu pasti sedang bertengkr dengan ayahmu. Makanya bawaaannya
marah-marah terus.”
Susi : “Ow
mungkin juga ya Zal, tapi ya sudah lah.”
Penggalan
wacana di atas merupakan contoh wacana yang mengandung penerapan tindak komunikatif
menganalisis karena tokoh Susi dan Rizal berusaha mencari tahu mengapa Ibu susi
marah-marah.
Wacana 8:
Guru kelas : “Sudah berapa kali saya bilang, potong rabutmu. Kenapa kau
tidak potong-potong juga?!”
Yandi :
“Nanti akan saya potong Pak! Tidak akan gondrong lagi!”
Guru kelas : “Nanti, nanti, nanti! Sampai kapan! Saya mau kamu pastikan
kapan kamu akan potong!”
Yandi :
“Besok pak! Saya janji!”
Guru kelas : “Baiklah kalau begitu.”
Penggalan
wacana di atas merupakan contoh wacana yang mengandung penerapan tindak komunikatif
menegaskan, karena tokoh Guru menegaskan kepada siswanya untuk memotong rambut.
BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
Dalam
tindak komunikatif, ada 15 aspek yang perlu dipahami, yakni: Menyapa,
mengundang, menerima, menjamu.Memuji, menyela, meminta, membohongi, mengkritik,
mengeluh, menyangkal, menyetujui, meyakinkan,
melaporkan, memerintahkan, menanyakan, menaruh simpati, dan meminta maaf. Dalam
wacana pragmatik tidak dapat terlepas dari ke lima belas aspek tersebut.
3.2. Saran
Dari
pembahasan dalam makalah tersebut, kini kita sebagai mahasiswa FKIP telah
memahami apa itu tindak komunikatif dalam wacana pragmati. Maka sewajarnyalah
kita sebagai calon guru bahasa Indoonesia untuk dapat menggunakan pengetahuan
itu sebik-baiknya dimasa mengajar kelak.